Endless Conversation

thedeepinside
6 min readMar 14, 2024

“Aby, kamu suka koleksi kendaraan klasik ya?”

“Enggak. Kenapa, Tha?”

“Enggak papa. Cuman dari kemarin aku lihatnya kamu pakai kendaraan klasik terus. Vespa Px 150, terus sekarang kita naik Taft.”

“Eh, apa Jeep ya ini?” ucap Jelitha tampak ragu, ia melihat sekeliling mobil yang mereka gunakan saat ini.

“Bener ini Daihatsu Taft. HAHAHAHA kamu tau banyak tentang otomotif ya?” Aby melihat kursi penumpang di sampingnya.

“Oh, aku bener ya?” Jelitha memastikan.

Aby mengangguk sambil fokus menyetir.

“Iya, serinya juga bener. Vespa biru kemarin yang Px 150. Kok bisa tau, tha?”

“Hmm, enggak tau banyak sebenarnya. Kebetulan kakakku yang suka kendaraan klasik. Dia juga punya vespa, tapi yang matic seri Primavera. Sama ada beberapa mobil klasik juga Mercedez-Benz, tapi aku enggak tahu serinya.”

“Wah, kalau itu pecinta kendaraan klasik beneran. Aku abal-abal, Tha.” Aby terkesan mendengar penuturan dari Jelitha.

Sekarang mereka tengah di perjalanan menuju Depok, lokasi terakhir untuk kegiatan volunteer Sekolah Kita.

Setelah tadi berpamitan dengan ibu Aby. Aby membawanya keluar menuju garasi kendaraan milik keluarganya. Rasanya Jelitha bisa bermain petak umpet di garasi ini saking luasnya.

Jelitha rasa penataan kendaraan di garasi ini dibagi menjadi beberapa bagian. Beberapa koleksi kendaraan klasik dan kendaraan untuk digunakan harian.

Aby mengeluarkan mobil Daihatsu Taft dari garasi. Ia membuka pintu belakang mobil dan mulai memasukkan barang perlengkapan untuk volunteer. Kursi penumpang bagian belakang di lipat, sehingga ada lebih banyak ruang untuk mereka menaruh barang.

“Tapi kamu tau banyak juga tentang mobil, Tha. Biasanya jarang ada perempuan yang tau otomotif.”

“Hahahaha enggak, ini juga biasa aja cuman sekedar tahu.” ujar Jelitha mengelak.

“By, kalau kamu enggak koleksi kendaraan klasik. Tapi kenapa tadi di garasi ada banyak mobil klasik?” Jelitha masih tampak penasaran. Mengingat ia melihat ada banyak kendaraan klasik di garasi keluarga Aby.

“Itu punya eyang sama ayah. Tapi kebanyakan dari koleksi pribadi eyang, sekarang di rawat sama ayah. Ada beberapa yang aku pakai juga buat harian.”

“Kayak vespa birumu itu?”

“HAHAHAHA iya bener. Kalau motor harian aku suka naik vespa.”

“Kenapa milih naik vespa? Tadi ada motor yang lain juga”

“Hmm… soalnya dari aku kecil selalu naik vespa itu sama eyang.”

“Waktu aku ulang tahun ke-17 tahun. Eyang sempet nanya aku mau kado ulang tahun apa. Aku minta vespa itu buat kado ulang tahunku. Awalnya aku cuman bercandaan aja, karena aku kira eyang pasti enggak akan kasih. Soalnya itu vespa kesayangan eyang.”

Aby melajukan mobilnya ketika melihat lampu lalu lintas berubah berwarna hijau.

“Terus? Akhirnya eyang kasih?” Jelitha masih menunggu kelanjutan cerita Aby.

“Iya, ternyata eyang kasih sebagai hadiah ulang tahun. Jadi motor pertama dari aku SMA sampai sekarang. Banyak memorinya sama eyang juga.”

“Pantesan. Masih kerawat banget, walau pun udah kendaraan tua. Kamu maintenance terus ya.”

“Iya, tiap hari minggu sama ayah suka di ajak buat cuci sama bersihin mobil motor bareng-bareng.”

“Dulu, katanya waktu kecil ayah suka di ajak eyang buat nyuci motor tiap minggu. Makanya sekarang jadi rutinitas.”

Jelitha tersenyum sumringah selama mendengarkan cerita dari Aby. Ada fakta baru lagi yang Jelitha temukan.

Aby dekat dengan keluarganya.

“Ternyata kamu orangnya enggak pendiem ya?” Jelitha melihat keluar jendela, ternyata mereka sekarang sudah berada di jalan tol.

“Biasa aja, sih. Apa yang bikin kamu kira aku orangnya pendiem?” Aby menjadi penasaran dengan ucapan Jelitha.

“Tau enggak, sih. Kamu itu ngomongnya irit banget dari kita ketemu.”

“Eh? Emang iya? Kayaknya biasa aja, Tha.”

Aby sadar jika sedari awal bertemu Jelitha, ia tidak terlalu banyak berbicara dengan Jelitha. Tapi itu semua karena ia masih merasa kaku setiap berada di dekat perempuan ini.

Tidak mungkin kan, Aby bilang jika ia mati gaya karena jatuh cinta kepada Jelitha?

“Jujur ya, By. Sebenernya kemarin first impression aku ke kamu enggak bagus tau.” Jelitha tertawa mengingat bagaimana saat awal mereka bertemu.

“Wow, kenapa emangnya?” Aby menjadi panik sekarang mendengar penuturan Jelitha. Dia takut kalau selama ini membuat Jelitha merasa tidak nyaman dengan semua kelakukannya.

“Kamu bener-bener diem. Selama perjalanan anter aku pulang, kita beneran diem. Aku kira apa kamu enggak suka sama aku ya, terus kepaksa buat anterin karena di suruh si Niko.”

“Eh, enggak Tha!” Aby seriusan panik sekarang.

“HAHAHAHA iya enggak, kok. Kamu ternyata asik banyak ngomong juga. Mungkin karena kemarin kita belum terlalu kenal juga, kan?”

Lega. Aby lega mendengar penuturan Jelitha barusan.

“Maaf ya, Tha.”

“Eh, kenapa minta maaf, By? Enggak papa tahu!” Jelitha bingung, ia jadi merasa bersalah. Apa ia salah berbicara?

“Maaf kalau kemarin aku bikin kamu enggak nyaman. Terus-”

“Hei, it’s okay Aby. First impression juga enggak terlalu penting. Kamu seru tahu orangnya.” Belum sempat Aby menyelesaikan ucapannya, Jelitha sudah lebih dulu memotong.

“Makasih ya, Tha,” Aby tersenyum simpul.

“Oiya, kemarin kamu kenapa telat ikut volunteer?”

“Iya, ada urusan kerjaan buat survey ke luar kota dulu. Lumayan urgent, makanya kemarin mau gamau harus berangkat.”

“Kemana?”

“Ke NTT kemarin.”

“Kamu kenapa mau ikut program volunteer Sekolah Kita?” Aby bergantian bertanya kepada Jelitha.

“Aku kemarin baru kosong nunggu masuk kerja. Jadi ikut volunteer biar ada kegiatan.”

“Eh, kamu satu kantor sama Niko, kan? Berarti kegiatan volunteer ini program kantor kamu juga?”

“Iya, aku yang bikin programnya.”

“SUMPAH? Aby keren banget!” Tiba-tiba Jelitha menjadi excited mendengar jawaban Aby.

Aby tertawa melihat respon yang Jelitha berikan. Jelitha tampak lucu sekarang.

“Iya, dulu sering ada acara volunteer tiap bulan. Tapi udah lama berhenti, baru sempet bikin lagi sekarang.”

“Aku selalu suka bisa ikut acara sosial. Dulu sebelum sibuk kuliah aku sering ikut. Tapi semenjak kuliah tugasnya banyak banget, jadi takut enggak kepegang.” Ujar Jelitha

“Tapi keren banget Aby. Jadi kamu yang prepare semuanya? Yang cari lokasi juga?” Jelitha masih bersemangat mengulik ini kepada Aby.

“Iya bareng sama teman-teman. Tapi kalau lokasi emang selalu pindah-pindah biar enggak bosen.”

“Bener, sih. Kali ini juga enggak bosen, karena lokasinya tiap pertemuan ganti. Jadi bisa ketemu lebih banyak anak-anaknya.”

“Kamu seneng, Tha?” Aby melirik Jelitha sekilas dan kembali fokus menyetir.

“Seneng banget!” Mata milik Jelitha tampak berbinar saat ini.

“Semoga kegiatan hari ini juga lancar ya. Hari terakhir soalnya.”

“Iya, By. Makasih kamu udah mau bikin acara volunteer lagi hihihihi.” Ujar Jelitha sambil kegirangan.

Tiba-tiba sebuah ide terlintas di kepala Jelitha.

“By, nanti waktu pulang aku yang nyetir boleh?”

“Boleh, tapi kamu bisa nyetir mobil manual?”

“Mobil pertama aku waktu latihan nyetir dulu itu Suzuki Truntung! Kamu tahu, kan?” Jelitha tertawa mengingat kembali masa-masa ia belajar dulu

“HAH?! Serius?!” Aby spontan menoleh ke arah Jelitha.

Aby menatap Jelitha dengan tidak percaya. Antara aneh dan keren.

“HAHAHAHA IYA! Jadi dulu awal belajar pakai mobil manual. Kalau udah lancar bawanya, baru sama papa di bolehin nyetir mobil matic.”

“Itu naik mobil siapa?! Udah lama banget itu.” Aby masih terheran-heran.

“HAHAHAHA pakai punya Mas Ndaru, biasa buat angkat tanaman di rumah. Dulu itu, awalnya aku enggak di bolehin sama papa buat latihan nyetir mobil, kan. Tapi waktu itu umur aku udah 17 tahun, udah banyak aktifitas juga. Jadi repot kalau harus nunggu di jemput atau di anter kemana-mana. Jadi aku nekat minta belajar diem-diem sama Mas Ndaru.”

Aby tertawa mendengar cerita Jelitha. Aby benar-benar tidak habis fikir, kalau perempuan di sampingnya ini sungguh unik.

“Tapi akhirnya ketahuan sama papa. Eh, malah di suruh lanjutin aja belajarnya. Tapi tetep pakai mobil Mas Ndaru, soalnya kalau pakai mobil yang di rumah takut kebaret semua nanti. Baru aku lancar nyetir, terus lanjut belajar bawa mobil matic yang di rumah.”

Hanya gelak tawa yang sekarang mengisi mobil Daihatsu Taft ini. Aby masih tertawa mendengar cerita Jelitha, dan sang gadis yang cekikikan mengingat kejadiannya dulu.

Aby berharap perjalanannya menuju Depok bisa berlangsung semakin lama. Mengobrol dengan Jelitha seperti tidak ada habisnya. Sangat meyenangkan!

Perempuan ini jelas pandai bergaul dan juga tidak pernah kehabisan topik. Aby cukup kagum, dengan banyaknya wawasan yang Jelitha miliki. Rasanya ia bisa membahas apa saja dengan Jelitha, dan gadis itu bisa dengan mudah mengikuti percakapan.

Apalagi, cukup banyak kejadian konyol yang Jelitha alami. Meyakinkan Aby bahwa gadis cantik di sampingnya ini jelas adalah manusia biasa, yang pastinya bisa ia miliki.

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

thedeepinside
thedeepinside

No responses yet

Write a response