Kebetulan, kah?

thedeepinside
5 min readMar 23, 2024

Ramai sekali. Keramaian ini di dominasi oleh wanita berkebaya. Berwarna-warni dengan model, bahan, motif yang berbeda-beda. Senang sekali rasanya bisa berada di tengah-tengah keramaian ini. Ternyata tak semenakutkan apa yang Jelitha perkirakan.

Senyuman dan sapaan selalu diberikan tiap kali ia jalan berpapasan dengan perempuan berkebaya lainnya. Jelitha hanya seorang diri. Tidak ada yang ia kenal secara personal tamu undangan disini. Ia hanya cukup tahu nama dan status mereka, karena sering kali berseliweran di media massa.

Ia bawa dirinya untuk duduk di ujung ruangan. Sambil menunggu acara di mulai, ia melihat pada layar kamera depannya untuk memastikan tatanan rambutnya sudah rapi.

Setelah berhari-hari ia bingung akan memakai apa ke acara ini. Akhirnya, ia memutuskan untuk menggunakan kebaya lawas milik sang mama. Kebaya kutubaru bernuansa gold ini, sudah Jelitha percantik dengan ditambahkan hiasan payet di sekelilingnya. Dikenakan bersama kain jarik bermotif batik nitik khas Yogyakarta. Tak lupa, ia lengkapi penampilannya dengan memakai aksesoris serba gold.

Jelitha memilih untuk berdandan simple, tapi ia yakin masih terlihat apik dan pantas dikenakan untuk menghadiri acara ini.

Sedari tadi ia belum melihat sang tuan rumah, Tante Ratih dan juga Aby. Mungkin mereka masih sibuk saat ini, pikir Jelitha. Matanya sibuk melihat seisi ruangan, masih berharap ada seseorang yang mungkin ia kenal.

Tepat dua baris di depannya. Terlihat seorang perempuan mengenakan kebaya berwarna hijau sage dengan sanggul jawa yang tampak familiar bagi Jelitha. Ia beranikan dirinya berjalan mendekat, untuk memastikan apakah orang ini benar seperti yang ia kira.

“Permisi, Mbak Arrum?” Jelitha menyentuh lembut bahunya dan menunggu perempuan ini berbalik menghadapnya.

“Loh, Jelitha?”

Jelitha bernafas lega, bahwa dugaannya benar. Akhirnya sekarang ada orang yang ia kenal disini, sehingga ia tidak harus mati gaya dan bosan karena sendirian.

“Kamu juga dateng? Kamu sama siapa disini?”

“Iya, mbak. Aku sendirian aja, enggak ada temennya.”

“Ya udah, sini kamu duduk bareng sama aku aja.” Arrum membukakan kursi di sebelahnya dan mempersilahkan Jelitha untuk bergabung.

“Makasih ya, mbak. Untung disini ada kamu. Aku bingung sendirian, belum kenal siapa-siapa.” Ujar Jelitha jujur.

“Hahahaha, iya enggak papa. Aku juga kaget tiba-tiba kamu sapa.”

Jujur saja, Jelitha masih merasa deg-degan berada di samping Kembang Arrum. Ayolah, kalian tidak lupakan siapa Kembang Arrum?

“Ini kebaya kamu bagus banget. Kamu bikin sendiri ya?” Pertanyaan Arrum sontak membuat lamunan Jelitha buyar.

“Enggak, Mbak. Kebetulan ini kebaya lama punya mama. Tapi aku rombak sedikit ini.” Jelas Jelitha. Arrum masih tersenyum dan memegang lengan Jelitha, untuk melihat lebih jelas detail kebayanya.

“Ini kebayanya udah lama sekali, Mbak. Kata mama usia kebayanya sama kayak aku.” Ucap Jelitha sambil tertawa.

“Oh, iya? Tapi masih bagus banget ini.”

“Iya, katanya ini kebaya yang dipakai mama saat acara tedak sinten waktu aku bayi dulu. Sengaja mama simpen biar bisa aku pakai katanya.”

“Ya ampun, lucu banget. Jadi ada warisannya buat kamu ya.”

Jelitha dan Arrum makin larut dalam obrolan mereka. Berbincang dengan Arrum sungguh menyenangkan. Jelitha bisa membahas banyak hal dengan Arrum.

“Jelitha.”

Obrolan mereka berdua terhenti, saat Jelitha mendengar ada suara berat yang memanggil namanya. Ia sontak mengangkat kepalanya untuk melihat siapa orang tersebut.

“Hai, Aby! Aku dari tadi nyariin kamu.”

Ternyata adalah Aby. Orang yang sedari tadi Jelitha cari, satu-satunya orang yang ia kenal pasti ada hadir di acara ini.

“Iya, maaf tadi masih ada yang perlu di urusin. Kamu udah lama sampainya?”

“It’s okay. Lumayan tadi aku udah sempet keliling juga.”

“Oh, iya! Aby kenalin ini namanya Mbak Arrum. Mbak Arrum, ini temen aku namanya Aby.” Jelitha berusaha mengenalkan mereka satu sama lain.

“Kebetulan acara hari ini yang mengadakan yayasan dari kantornya Aby, mbak.” Tambah Jelitha menjelaskan.

Aby dan Arrum masih saling bertukar pandang. Bukannya jawaban yang Jelitha dapatkan, tetapi malah gelak tawa dari mereka berdua.

Jelitha tampak bingung sekarang. Apakah ia sudah salah berbicara?

“Hahahaha, maaf ya aku malah enggak bisa berhenti ketawa.” Arrum masih berusaha untuk meredakan tawanya.

“Aku udah kenal baik sama Aby.”

“Tha, Mbak Arrum ini kakakku.” Aby berujar santai setelah berhasil menghentikan tawanya.

“HAH?!” Jelitha spontan sedikit beteriak.

Apa kata aby barusan? Kakaknya? Mbak Arrum adalah kakaknya?

“Iya, Jelitha. Aby ini adik aku.”

Oke, penjelasan tambahan dari Arrum barusan makin membuat Jelitha tidak percaya. Jelitha masih berusaha untuk memproses semua ini.

Jadi, Kembang Arrum Wardhani yang merupakan girl crush dari Jelitha adalah kakak dari Abyaksa Ganie Abraham, yang merupakan temannya. Abyaksa Ganie Abraham adalah anak salah satu konglomerat Abraham group, yaitu Anwar Abraham. Berarti Kembang Arrum juga merupakan anak dari dari Anwar Abraham.

Jelitha perlahan-lahan mulai menata semua kebetulan ini di kepalanya. Ia mencoba untuk menghubungkan titik-titik yang ada menjadi satu kesatuan.

“Ya ampun, ini kebetulan banget? Aku baru tahu kalau Mbak Arrum punya adik.”

“Hahahaha, iya aku punya adik cowok satu. Ya, Aby ini. Kita emang jarang terlihat berbarengan kalau lagi di publik.”

Oh, ternyata begitu. Sekarang perlahan Jelitha mulai paham. Jujur, Arrum adalah orang yang lumayan menjaga ketat privasinya. Latar belakang keluarganya tidak pernah ia bahas di media. Ia hanya mempublikasikan siapa pasangannya. Makanya, ia kaget saat tahu bahwa Aby lah adik kandung dari Arrum.

Ini benar-benar sebuah kebetulan beruntun.

“Kalian ternyata disini, tho. Ibu dari tadi nyariin kalian.”

“Eh, ada Jelitha. Cah Ayu gimana kabarnya? Ibu kangen sama kamu.”

Sekarang dihadapannya sudah ada Tante Ratih, yang tiba-tiba datang menghampiri mereka. Satu-persatu mereka bersalaman dengan Tante Ratih, atau ibu mereka untuk Mbak Arrum dan Aby.

Nggih, tante. Matur sembah nuwun sudah undang aku buat ikut acara ini.” Jelitha berucap sopan, menunjukkan rasa terima kasihnya.

Sami-sami, nduk. Ini kok ada Mbak Arrum juga, kamu udah kenalan belum sama kakaknya Aby?” Tante Ratih bertanya, sembari merangkul Jelitha.

“Ibu, Jelitha ini asistennya Bu Wanda. Dia yang kemarin nemenin aku di butik waktu mau bikin kebaya nikahan.” Belum sempat Jelitha menjawab, Arrum sudah lebih dulu menjelaskan.

“Ya ampun…Kamu kerja sama Wanda, tho? Udah lama tante enggak ke butik, jadi enggak tahu.”

“Iya, tante. Tapi masih baru aja kerja disana.”

“Lha kok ini kebetulan banget ya. Kamu temennya Aby, terus ternyata juga handle baju nikahannya Arrum, tho.”

“Hahahaha, iya tante bisa kebetulan gini.”

Jelitha sendiri masih bingung. Dengan banyaknya kebetulan yang mendatanginya akhir-akhir ini. Tidak hanya satu, tapi ada banyak. Semuanya datang secara bersamaan.

Kebetulan saja kah semua ini?

Atau memang semua sudah di rencanakan?

Tapi oleh siapa?

Apakah kebetulan yang semesta berikan ini, akan membawa Jelitha pada suatu hal yang baru?

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

thedeepinside
thedeepinside

No responses yet

Write a response