Ketetapan Hati

Entah kemana mobil Audi RS6 ini berjalan membawa mereka. Sedari tadi Jelitha duduk diam disamping Abyaksa. Setelah perdebatan mereka tempo hari, tadi sore Abyaksa sudah berada di lobby kantor Jelitha menunggu kepulangannya.
Baik Jelitha maupun Aby, keduanya tidak ada yang memulai percakapan. Abyaksa fokus menyetir dan Jelitha sibuk dengan pikirannya sendiri sembari menatap keramaian jalan di depan.
Apa yang akan mereka bahas? Alasan apa yang harus ia berikan? Bagaimana tanggapan Aby nanti? Apakah Aby akan marah? Bagaimana kalau Aby sakit hati?
Semua pertanyaan-pertanyaan itu tidak berhenti muncul, membuat Jelitha gelisah dan bingung sendiri.
“Kita udah sampai.” Ucapan Aby barusan, membuyarkan lamunan Jelitha yang tengah sibuk dengan pikirannya. Mobil mereka sudah terparkir rapi di kawasan elite yang terdapat banyak restoran Jepang.
Jelitha berusaha melepaskan seatbelt yang sedang ia kenakan. “Kenapa kamu nulis surat kayak gitu, Tha?” Jelitha tidak mengira Aby akan membahasnya sekarang di dalam mobil. Baik, ini saatnya Jelitha harus kembali menghadapi kenyataan.
“Aku enggak bisa lagi, By.” Jelas ini bukanlah jawaban yang ingin Aby dengar.
“Kenapa? Kasih tahu aku alasannya, Tha. Enggak mungkin kamu langsung tiba-tiba kayak gini.”
“Ini enggak tiba-tiba, Aby. Aku udah mikirin dan banyak pertimbangan juga. Seperti yang udah kamu baca sendiri di surat yang aku kasih. Kalau kita lanjutin hubungan ini, aku cuman bakal nyakitin kamu kedepannya.”
“Enggak, Tha. Kamu enggak nyakitin aku, enggak ada yang nyakitin siapapun disini. Kalau kamu mikir kayak gitu, karena kejadian yang kemarin. I’m fine, aku enggak masalah sama sekali, Tha. Aku bisa mengerti sama situasimu dan aku paham kalau kamu memang butuh waktu untuk sendiri dulu. Semua orang juga punya masalahnya masing-masing, dan keadaanmu kemarin enggak jadi masalah buat aku.”
“Aby, listen.” Jelitha menghela nafas, sebelum melanjutkan ucapannya.
“I lose myself once, and i almost make it twice. Bisa aja habis ini enggak cuman diriku sendiri. Tapi aku bikin kamu juga ngerasain apa yang aku rasain, yaitu losing yourself. Karena kamu maksa buat ada sama aku. Aku enggak mau jadi burden untuk orang lain. Let’s stop here, before everything getting worse, Aby.”
“But, you lose yourself again or not?” Tanya Aby cepat.
“Jawab, Jelitha.” Bisa Jelitha rasakan atmosfer disekitarnya mulai membuatnya sedikit sesak.
“Almost, Aby.”
“Oke. Cuman hampir, kan? Look at you now Jelitha. You here. In front of me. And you are fine. Aku enggak merasa you are a burden dan enggak ada yang merasa kayak gitu. Itu hanya ada di pikiranmu sendiri. Jelas-jelas buktinya sekarang kamu masih ada disini, kan? Kamu masih bisa handle semuanya, kan? Kamu itu udah berhasil, Tha. Semua ini berhasil karena dirimu sendiri. Kamu mungkin enggak sadar ya?”
“Tahun lalu atau pun sekarang, kamu bisa survive dan bangkit lagi itu semua karena usaha dirimu sendiri. Litha, kamu harus mulai kasih kepercayaan penuh dan yakin sama dirimu. Kamu jangan takut dan merasa rendah diri, Tha. Karena buktinya, semua ketakutanmu itu enggak benar. Kamu harus percaya sama dirimu, karena kamu memang bisa selama ini.”
Kepala Jelitha menunduk, ada sedikit perdebatan dalam dirinya mendengar semua penuturan Aby.
“Aku tahu, this whole journey it’s not easy. Dan aku paham kenapa sikap kamu kayak gini. Litha, makasih kamu selalu berusaha buat memikirkan perasaan orang di sekitarmu. Tapi, kamu pernah enggak buat pahami perasaanmu sendiri?”
“Kamu masih mau hubungan kita lanjut, kan?” Aby bawa tangan Jelitha pada genggamannya erat.
“Litha, lihat aku. Lupain semua hal tadi. Fokus sama perasaanmu sekarang. You still love me, right?” Tanya Aby menuntut Jelitha.
Jelitha masih enggan untuk bersuara. Ia beranikan diri untuk menatap mata lelaki didepannya. Ada kesungguhan yang dapat ia lihat disana.
“Litha, kalo kamu kira aku bakal langsung pergi gitu aja, karena isi suratmu dan kejadian kemarin. Kamu salah besar. Aku bakal tetep disini. Aku bakal menunggu dan temenin kamu.”
“I trust you, Jelitha. Dengan kamu sekarang masih bisa ada disini. Udah sangat cukup buat buktiin ke aku. Kalau kedepannya kamu enggak akan nyakitin aku atau make me feel losing myself. Karena kamu udah berhasil menemukan dirimu sendiri.” Tegas Aby meyakinkan Jelitha.
Semua yang dikatakan Aby ada benarnya. Selama ini, Jelitha memang banyak takutnya. Takut akan menyakiti orang lain serta takut untuk memulai lembaran baru. Tanpa ia sadari, lama-lama ia menjadi terbelenggu dengan perasaan takutnya sendiri, dan tidak memberi izin untuk ada perasaan baru yang menghampiri.
“Kamu mau selesaiin ini semua, karena kamu pikir hubungan kita hal yang paling mudah buat kamu hapus dari hidupmu ya? Semua memori kita kemarin enggak ada artinya buat kamu, Tha?” Ada kekecewaan yang terdengar dari penuturan Aby.
“Eng-enggak gitu, Aby. Aku seneng, semua kegiatan kita kemarin berarti banget buat aku.” Sahut Jelitha sembari berusaha meyakinkan Aby.
“Terus kenapa? Terus apalagi yang bikin kamu kayak gini? Kamu enggak percaya sama aku?”
Lama-kelamaan Aby menjadi frustasi sendiri. Ia tidak mendapatkan jawaban yang jelas dari Jelitha.
“Aku percaya. Aku percaya sekali sama kamu, Aby. You’re such a gentleman and the kindest person i’ve ever meet.” Ia tatap lekat Aby, berharap Aby bisa melihat keseriusan dalam dirinya.
Jelitha sudah tidak bisa lagi menahan air matanya, ia biarkan tangisnya keluar begitu saja.
Ia sedih mendengar Aby mempertanyakan akan kepercayaan dirinya kepada Aby. Tidak pernah sedikit pun Jelitha meragukan Aby. Ia berani menerima tawaran Aby untuk berkenalan lebih jauh, bukan semata-mata karena penasaran ingin berpacaran atau hal lainnya. Tapi, karena dia Abyaksa. Jika orang lain yang mengajaknya untuk berkenalan, belum tentu akan Jelitha terima. Karena ia hanya percaya dengan Abyaksa.
“Why we need to stop, because i don’t want to lose you.”
“Don’t stop then. I’m not going anywhere.”
“Bukan kayak gitu. Aku enggak akan bisa kalau kamu sampai tinggalin aku. Jadi, sebelum itu semua terjadi. Biarin kita selasaiin semua ini dan aku aja yang pergi menjauh dari kamu, Aby. So, it’s not gonna break my heart too much.”
“Sorry, if i’m being too selfish.” Tambah Jelitha.
Aby mengusap pipi Jelitha, menghapus air mata yang turun di wajah sang gadis.
“Jelitha, you said that you trust me, right? But, you’re not, Tha. You’re not trust me at all. Kalo kamu serius percaya sama aku, pasti kamu tahu aku enggak akan ngelakuin itu semua.” Ungkap Aby.
“Iya. I trust you, Aby! But, i can’t trust us! Why us? because this relationship it’s between you and me. And i still can’t trust myself!”
“Semua yang kamu bilang tadi benar. Aku emang enggak percaya sama diriku sendiri. Aku enggak bisa, Aby! Gimana bisa aku percaya sama diriku sendiri? Apa yang aku lakukan, apa yang aku anggap baik aja masih banyak bikin orang lain sakit hati. Aku…”
Jelitha mengusap wajahnya dengan kasar, tidak peduli dengan air mata yang sudah merusak riasan di wajahnya.
“Oke, sekarang aku bisa handle diriku dan usahain semua berjalan dengan lancar. Tapi kalau besok tiba-tiba aku out of control lagi, terus jadi mengacaukan semuanya gimana? Seperti semua yang mereka bilang gimana, Aby? Gimana?? Aku takut. Sumpah, I never have any bad intentions to anyone.”
Tangisan Jelitha semakin mengeras, ia terisak dan terus menyalahkan dirinya sendiri. Aby segera menarik Jelitha kedalam pelukannya. Ia tidak tega melihat Jelitha seperti ini, hatinya sangat sakit.
“Litha, jangan dengerin apa kata orang. Mereka salah. Mereka hanya ngomong seenak hati mereka. Kamu enggak salah apa-apa, Litha.”
Aby mengeratkan pelukannya dan memberikan kata-kata penenang untuk Jelitha.
“Sulit, Aby. Mereka bilang aku yang jahat. Aku enggak pernah mau nyakitin orang, Aby.”
“Aku tahu. Aku percaya sama kamu, Jelitha.”
Aby biarkan Jelitha menangis sepuasnya di dalam dekapannya. Mengeluarkan semua emosi, yang entah sudah sejak kapan Jelitha pendam. Aby tahu, terlalu banyak hal yang Jelitha pikirkan. Ia hanya ingin Jelitha sadar, sebenarnya apa yang hatinya inginkan.
Jelitha perlahan sudah semakin tenang, isakan tangisnya sudah kian mereda. Ia lepaskan dirinya dari pelukan Abyaksa. Senyuman hangat Aby berikan kepada Jelitha. Seakan-akan memberi tahu bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Setelah semua perdebatan panjang mereka, serta kata-kata dari Jelitha yang mungkin bisa menyakiti hati Abyaksa. Namun, lelaki didepannya ini masih memilih untuk tetap disini dan dengan teguh meyakinkan dirinya lagi dan lagi.
Jelitha tahu pilihannya benar. Menaruh rasa percaya kepada Abyaksa sejak hari pertama, adalah pilihan yang benar.
“I love you, Aby. Sungguh, aku masih sayang sama kamu.”
“That’s the only thing that i need to hear from you, Litha.”